Senin, 04 Mei 2015

Hanya sebuah balada...


GARA-GARA HUTANG

Karena merasa kesal dengan istrinya yang kerap kali komplen atas dirinya itu, yang sampai saat ini masih saja belum memiliki pekerjaan tetap. Karjo yang hendak melahap makan siang yang tersedia di atas meja itu menjadi tak berselera. Ia kemudian beranjak pergi meninggalkan istrinya yang masih saja mengomel seperti radio rusak itu. Karjo berinisiatif untuk makan siang saja di sebuah warteg tidak jauh dari rumahnya itu. Sekalipun ia agak ragu pada mpok ija si pemilik warung, apakah ia masih akan tetap diijinkan ngutang makan siang di tempatnya itu atau tidak.

“ Siang mpok ?!!!” Ucap Karjo basa-basi ketika tiba di warteg,

“ Ngutang lagi yah mas ???” Tebak mpok ija

“ iya mpok, seperti  biasa” Ucapnya sedikit ragu, takut kalau mpok ija menyemprotnya.

“ aduh mas,,, Kok ngutang lagi??? Kalau mas ini ngutang melulu, terus bayarnya kapan. Saya bisa bangkrut. Lagipula hutang situ udah numpuk satu  bulan.” Jelas mpok ija pada dirinya. Ia memang selalu makan di tempat mpok ija selama satu bulan terakhir sejak ia di PHK oleh sebuah perusahhan sepatu, yang menjadi bangkrut karena direkturnya ketahuan melakukan manipulasi laporan keuangan perusahaan tersebut. Dan sampai sekarang ia masih belum mendapatkan pekerjaan. Dan hal itu pula yang membuatnya tersiksa , akibat kehilangan pekerjaan ia menjadi bulan-bulanan istrinya, menjadi bahan omelan istri yang sudah dinikahinya sejak 5 tahun lalu itu, sehingga ia terpaksa sering-sering makan di warteg milik mpok ija.

“Pokoknya tidak bisa, kalau hari ini mas tidak bisa bayar hutang. Tidak ada makanan buat situ” Karjo makin bingung, di rumah ia dapat semprot, diwarung ia ditagih-tagih, tapi daripada ia  tidak dapat makan, ia mengiyakan saja untuk bayar hutang. Meskipun sebetulnyla ia tahu pasti bahwa saat itu ia tak punya uang sepeserpun.

“ Ya sudah kalau gitu, nanti saya bayar deh mpok, tapi saya makan dulu.”


                                                                                                                                                                                               

Setelah terjadi perdebatan hutang beberapa menit, karjopun melahap makanannya. Ya meskipun harus ngutang lagi, paling tidak ia bisa  makan dengan agak sedikit tenang. Ketimbang makan dirumahnya yang lebih sering makan hati.

 Usai makan, karjo melirik ke kiri kekanan kemudian mengendap-ngendap. Ia bermaksud  untuk kabur dari mpok ija. Ia tidak bermaksud untuk menipu mpok ija, tapi ia Cuma betul-betul tak punya uang.

 “pukk!!!” Seseorang menepuk bahunya. “ Nah ketahuan kan situ mau kabur” ucap mpok ija.

“ bayar hutang dulu baru situ boleh pulang.”

“ Iya,, iya” Karjo kelabakan,kemudian ia menarik dompet dari saku celananya dan membukanya lebar-lebar dihadapan mpok ija. Tidak ada selembar uangpun yang bertengger disana, sekalipun uang koin. Hanya KTP usang yang terpajang di bagian depan, sepertinya sebuah KTP yang tak berlaku lagi, dan sebuah kartu nama elit di samping KTPnya itu. Jelas bukan milik Karjo, ia tak akan mampu untuk memiliki kartu nama sekeren itu. Entah siapa pemilik KTP itu.

“ Lho… Kok dompet situ kosong???”  Mpok ija heran.

“ Saya kan sudah bilang kalau saya ni lagi tidak punya uang. Jadi saya Cuma bisa ngutang  dulu,  nanti juga kalau saya punya uang akan saya bayar kok mpok. Percaya sama saya.” Ucap Karjo mengharap.

Dengan berat hati mpok ija memberika kesempatan pada  karjo karena merasa kasihan, lagipula  ia tau banget kehidupan keluarga karjo. “ Ya sudah kalau gitu, situ boleh ngutang lagi, tapi situ harus janji harus ngelunasin semua hutangnya nanti kalau sudah punya uang.”

“ Iya saya janji mpok” Ucap karjo senang, kemudian beranjak dari tempat itu.

“ Bu.. Bu.. “ panggil karjo setibanya dirumah.

“ Kenapa panggil-panggil” Istrinya jutek

“ tolong bikini kopi dong bu!”

“ Gak ada kopi-kopian. Dengar yah mas, semua makanan di dapur sudah pada habis. Tidak beras, kopi, gula tidak semuanya sudah pada habis. Kita mau makan apa mas” Omel istrinya lagi tak putus-putusnya.

“ Iya sabar bu, ! ini juga lagi mikir gimana caranya cari kerja. Sekarang cari kerja itu susah bu.”

 “ Makanya usaha dong pak, jangan Cuma mikir terus.Tiap hari kok kerjanya Cuma mikir, terus usahanya kapan? Kita itu hidup untuk cari makan mas, bukan buat mikir. Mikir itu gak buat kita bertahan hidup mas. Mikir dong! Kalau gini terus, rasanya aku jadi nyesel nikah sama mas. Mending aku nikah aja sama mas arya anak anggota dewan itu, yang datang bersamaan waktu mas melamar saya, mungkin hidupku tidak semenderita ini. Bukannya nerima mas yang hanya bermodalkan cinta aja yang ujung-ujungnya melarat seperti ini.” Sindir istrinya.

“ Tapi ibukan tahu sendiri kalau wakti itu, semua orang juga tahu kalau orang tua arya itu kaya karena hasil korupsi. Itukan haram bu’”

“ Alah mas hari gini cari uang haram aja sudah  susah, apalagi uang halal udah susah sedikit lagi.

“ Udag deh bu, saya malas berdebat dengan ibu. Saya capek dengar ibu ngomel terus, bisa-bisa kuping saya ikut lari gara-gara tidak tahan dengan omelan ibu itu.” Ucap karjo menuju tempat  tidur untuk istirahat. Diatas kasur lusuh yang sangat jauh dari empuk itu ia merebahkan tubuh mungilnya itu dengan rileks, sembari memikirkan jalan keluar kehidupan keluarganya yang penat itu.

Ketika matanya hamper tertutup, dan sekejap penat itu hampri hilang, tiba-tiba suara ketukan pintu dari luar membuyarkan semuanya.

“ Tok… tok.. tok!!’ Permisi… permisi..” Terdengar suara teriakan di luar pintu.

“ Siapa yah siang-siang begini???” Umpat karjo dalam hati, kemudian ia segera berhambur dari tempat tidur menuju ruang tamu.

“ siapa bu’ ?” Tanya karjo pada istrinya, tapi istrinya hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu. Tanpa menunngu lama karjopun membuka pintu.

“ Cari siapa yah mas? Tanya ya heran ketika melihat dua orang pria berdiri tegap di depan pintunya.

“ Maaf, dengan Bapak karjo???” Tanya salah satu pria itu.

“ iya saya sendiri, ada apa yah bapak-bapak?” karjo masih bingung

“ Boleh kami masuk!?”

“ Oh sampai lupa, mari masuk pak. Maaf  yah rumahnya seperti ini.” Karjo mempersilahkan kedua tamunya kedalam rumah. Disebuah ruangan kecil yang berhubungan langsung dengan ruang makan dan dapur itu, ia mempersilahkan tamunya duduk di sebuah kursi rotan yang sudah tua. “ Bu… ibu.. Bikin minum buat tamu kita” Panggil karjo pada istrinya.

“ Ngomong-ngomong ada apa yah bapak-bapak datang di rumah kami?”

“ Begini Pak karjo, maksud kedatanagn kami kemari ini untuk mengajak bapak bergabung dalam keanggotaan legislative untuk wilayah ini.” Jelas salah satu pria itu

“ Lho kok bisa?  Saya inikan cuma lulusan SMP bapak-bapak. Mana mungkin saya bisa menjabat sebagai anggota legislative?”

“ Iya, kami juga paham maksud pak Karjo. Tapi itu sudah menjadi keputusan dari atasan kami. Menyatakan bahwa, yang berhak menjadi anggota legislative adalah orang paling miskin di desa ini. Kami telah melakukan survey dan anda termasuk keluarga yang cukup miskin.” Ucap yang satunya lagi.

“ bagaimana  pak, apakah anda bersedia?”

Karjo jadi bingung, rasanya seperti mimpi. Tiba-tiba saja di siang bolong datang sebuah rezeki yag tak pernah ia duga-duga sebelumnya. Sambil memikir-mikir , istrinya seketika itu menimpali

“ Udahla mas terima aja, saya juga udah bosan hidup kayak gini terus” ucap istrinya ketika datang membawa minum.

“ Gini saja, besok bapak-bapak datang aja lagi. Nanti saya akan kasih jawabannya.” Jelas karjo.

“ Yah sudah kalau gitu, kami permisi dulu” Merekapun pamit setelah mendengarkan perkataan karjo tadi.

Keesokan harinya, kedua laki-laki itu datang lagi. Dan meminta persetujaan karjo.

Tapi karjo masih berbelit-belit

“ maaf yah mas, karena saya ini calon anggota legislative yang berasal dari keluarga miskin, tentunya sebelum-sebelumya kehidupan saya kekurangan. Dan saya tidak mau kalau nantinya saya sudah menjabat menjadi anggota saya masih memiliki masalah dengan dunia miskin saya nantinya.”

Mendegar perkataan karjo, kedua laki-laki itu jadi bingung. “ ssebetulnya maksud mas ini apa?”

“ Maksudnya, saya akan bersedia menerima tawaran bapak-bapak jika bapak-bapak mampu melunasi hutang-hutang saya di setiap warung di kampung ini. Gimana apakah bapak-bapak mampu?”

“ Kalau itu keingina bapak, kami akan sampaikan dulu dengan atasan kami, tapi besok kami akan kembali” Ucap keduanya, kemudian beranjak pergi.

Hari ktiga, bapak-bapak itu datang lagi, dengan tanda lunas semua hutang-hutang karjo termasuk di warteg milik mpok ija.

“ kami sudah melunasi hutang-hutang mas Karjo di seluruh kampung ini. Jadi anda pasti sudah bersedia ikut kami ke kantor?”

“ dengan sangat menyesal saya mengatakan pada bapak-bapak ini, kalau sebetulnya sejak awal saya tidak berminat untuk ikut dalam urusan bapak-bapak sekalian. Saya sama sekali tidak senang dengan dunia perpolitikan. Politik itu licik pak” jelas Karjo “ dan saya yakin bapak-bapak ini pasti kecewa mendengar pernyataan saya barusan. Tapi itulah kenyataanya. Saya tidak suka dengan kebohongan, apalagi jika caranya itu dengan membohongi rakyat. Saya juga tahu alasan atasan bapak-bapak memilih rakyat bodoh tak berpendidikan seperti saya ini. Jadi sebelum atasan bapak-bapak yang membodohi saya, saya yang akan lebih duluan megambil untung dari atasan anda, dengan melunasi semua hutang-hutang saya. Saya sangat berterimah kasih pada bapak-bapak yang mau meluangkan waktunya untuk mampir di rumah yang tak layak huni ini” karjo merendah

“ Dan dengan tidak mengurang rasa hormat, bapak-bapak boleh meninggalkan rumah ini”

Kemudian bapak-bapak itupun pergi dari rumah karjo,,,,,, belum jauh bapak-bapak itu melangkah  sebuah tas besar terlampar dari dalam rumah.

“ Pergi dari sini, saya sudah bosan dengan mas!” Usir istri karjo, ternyata ia kesal dengan sikap karjo yang sok kaya tidak menerima lowongan kerja tersebut. Namun apa lacur karjo telah menolak tawaran tersebut, dan bapak-bapak tersebut telah singgah di salah satu rumah miskin tak jauh dari rumahnya itu.

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar